Untuk Seseorang dalam Senja Itu


                Beberapa halaman ini akan menjelaskan jejak yang kita ukir dan jejak itu sudah dipastikan belum selesai. Tapak demi setapak jalan sedang kita bangun. Namun saat ini, kita sedang berpaku dengan jenuh. Kita berpijak dalam pijakan berbeda. Dan saat itu, kamu memilih lebih senang berbelok dan membiarkan aku berdiam ditempat biasa kita selalu ada, berdua.
Mungkin hampir setahun sudah waktu mengiringi pertemuan ini. Anak ilalang. Ingatkah kamu pada percikan panggilan yang selalu kamu lontarkan pada masa itu? Masa saat berdampingan dengan sang maya.  Mencarimu saat itu berarti menusuri jejak sang maya. Sempat terpikir, kamu termasuk gerombolan cowok genit dengan senjata api mereka: gombalan. Dan pikiran itu, SALAH. Maaf soal hal ini. Sang maya terkadang dicampuri dengan hitamnya dusta. Dan kamu adalah warna putihnya.
Beberapa waktu menusuri, kamu mulai menjadi heorin. Tak bisa lepas bila sebuah kaleng anik sudah kunyalakan. Detik menjadi semakin berarti. Aku yang menjadi selalu ingin tahu tentangmu. Selalu ingin bisa dipanggil seperti caramu. Tak lepas dari sebuah senyum. Bahkan tawa pun menjadi tak terbatas. Itulah kamu. Heroin untukku. Dan kerinduan terbesarku adalah saat kamu tidak mencariku. Saat tak ada panggilan dengan caramu itu. Sungguh, aku menjadi selalu ingin tahu tentang kamu dan hidupmu.
                Kemudian aku menghilang. Maafkan aku soal ini. Saat itu, aku terpaut dengan seseorang yang berani menggengam tanganku. Dia memang benar baik. Bisa selalu melapangkan bahunya saat kubutuh. Senyumnya yang membuatku nyaman. Dengan segala kelebihannya, kamu dan dia jelas punya jati diri masing-masing. Aku tak akan bandingkan itu.
                Aku yang tak sanggup menahan rasa itu, terpaksa menjauh. Dan aku menjauh bukan untuk membencimu. Kita tetap teman. Aku hanya ingin mempertegas rasa sehingga tak perlu ada air mata antara aku, kamu, dan dia. Meski akhirnya, air mata itu menghiasi aku dan dia. Maaf untuk waktu yang mesti terjarak tanpamu itu.
                Sekian lama, kemudian air mata menghiasi aku dan dia. Dia berhasil membagi kepingan hatinya untuk wanita lain, bukan hanya untukku. Jalan tertatih sejenak menghiasi jalanku. Saat itu, air mata saja seperti tak cukup mampu. Aku berusaha mengontrol diriku. Hanya itu sisa kemampuanku. Berusaha tetap tegap dan memandang jauh ke depan. Meski gelap.
                Waktu mengontrol diri itu ternyata tak mudah, tak bisa sekejap. Sampai pada waktunya aku yang menemukan kembali. Panggilan dengan caramu yang masih hidup. Aku suka :’) Ingatanmu itulah yang membangunkan perasaan  yang sempat tertidur ini. Namun sosokmu lain. Bukan seperti saat berdampingan dengan sang maya. Entah mengapa. Aku melihatmu begitu berbeda. Hal ini membuatku harus mengenalmu lagi. Sebagai heroin. Bukan. Aku tak sanggup jelaskan perbedaanmu ini.
                Apa menghilangnya diriku mempengaruhi semua bedamu ini? Tawa masih sama. Hangatnya pun masih sama. Namun dirimu berbeda. Sayangnya, ini tak membuatku gentar. Dan aku bisa menemukan sisi lain dari dirimu yang malah semakin membuat aku tak sanggup menampung letupan perasaan itu.
                Desir hangat suaramu itu. Aku yang butuh sebuah nasihat, mampu kamu rangkul. Suatu hari aku hilang arah, kamu mampu menuntun jalanku kembali. Caramu itu. Kukagumi. Kamu tak lagi menjadi heroin untukku. Tetapi kemudian terus menjadi tempat berpijak. Ketika air mata itu kembali menghiasi, kamu hangatkan aku. Kamu merangkulku dengan manis. Cara yang tak pernah kutemukan dari orang lain karena itulah kamu.
                Kemudian semakin cepatnya detik, semakin cepat juga pertumbuhan rasa itu. Ketidakpastian memang mengiringi. Ini benar berat untukku. Namun pernahkah kamu merasakan jika rasa ini justru semakin besar? Aku memang tak punya hati sekuat itu untuk terus menerima ketidakpastian. Bagaimana dengan menunggu? Pasti tetapi menunggu. Aku merasa itu lebih baik.
                Sayangnya, malam itu. Kamu berhasil membuat air mata tak terbendung, tak tertampung untuk tumpah. Pernyataanmu itu punya alat peremuk. Hatiku digenggam. Genggamannya kuat. Kemudian terus digenggam sampai remuk. Sakit.
                Mengapa setiap senja yang kamu ukir itu harus terjadi? Mengapa indahnya senja harus dilalui? Jika kamu memang tak ingin ada rasa padaku, mengapa semua itu kamu ukir untukku? Mengapa detik di stasiun itu harus membuatku malah semakin terpaut padamu? Mengapa indahnya harus kamu rusak malam itu? Sakit.
                Aku berharap kamu tak lagi membohongi perasaanmu sendiri. Aku tak ingin kamu merasakan sakit yang lebih dari yang kurasakan saat kamu lontarkan pernyataan pada malam itu. Jika saat itu datang, aku masih berpijak disetapak yang sama saat kita membangunnya.
               
Dari Perempuan yang selalu mampu menantimu.

Komentar

  1. How to make money from playing penny slots
    These days, you'll find penny slots on the web, and a great variety of online slot machine the odds for penny slots online are set at 50 หารายได้เสริม cents

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bandung-Bogor Selama Tiga Jam

Untuk Ilalang