Surat untuk Adam* (1)


Dear, Adam* (kamu yang selalu bisa aku lihat walau jauh)
Hari Selasa, 19 April kemarin, aku mencarimu disekeliling kampus. Biasanya, aku bisa melihat kamu sekedar duduk-duduk di bawah pohon itu bersama teman-teman kamu. Tapi hari itu, nihil. Kemana kamu, ganteng? Aku lihat motor blue black kamu yang diparkir tak jauh dari pohon tempat kamu biasa nongkrong. Hari itu kamu punya janji, ingat? Hihi. Maaf ya.. Aku gak sabar ketemu kamu. Biasanya kita hanya bisa saling bertatapan tanpa ada percikan obrolan, bukan? Gak ada yang mau ngalah diantara kita ya. Hihi.
Sudah hampir jam satu siang dan aku sudah mau masuk kuliah. Aku panik. Kamu tak kunjung terlihat di kampus. Ditemani temanku, Nia. Aku berjalan menyusuri kampus dan kembali ke pohon tempat kamu biasa nongkrong itu. Dari kejauhan, aku melihat sosok yang begitu kukenal. Benar. Ternyata itu kamu, ganteng. Rambut khas kamu yang gondrong dan super berantakan itu menjadi salah satu ciri yang paling mudah ditemui. Kedua, tubuh kamu. Aku suka! Tegap dengan berat yang pas. Aku suka punggung kamu. Jaket dengan ukiran tulisan tim favorit kita, Manchester United dengan benang merah dipunggungmu, semakin membuat aku yakin bahwa itu benar kamu.
Tak lama, aku panggil kamu. Kamu diam. Tetap mengobrol dengan temanmu itu. Aku panggil untuk kedua kali, kamu beraksi sama. Jujur ganteng, aku tak punya keberanian yang cukup untuk menghampirimu apalagi banyak teman-temanmu di bawah pohon itu. Namun, Nia terus mendukungku untuk menghampirimu. Sebelumnya, aku memanggilmu dan kamu pun akhirnya menoleh (sebentar). Kemudian dengan mengumpulkan keberanian, aku menghampiri kamu. Perlu kamu tahu, ganteng. Tak mudah merasakan debaran jantung yang tak terungkap ini. Aku keringat dingin. Kamu yang masih asik mengobrol dengan temanmu itu, membuatku semakin berdebar. Aku berdiri di belakang punggungmu. Aku suka! Sambil sarapan roti yang kemarin tak sengaja kubeli, aku tak ingin jaim di depanmu, ganteng. Inilah aku apa adanya. Dan kamu pun berbalik badan.
Aku sempat terpaku beberapa detik. Kamu berhasil. Berhasil membuatku jadi diriku yang tak biasanya. Aku suka percakapan singkat kita. Akhirnya, setelah sekian lama, kita saling bicara juga. Hey, ujung bibir kamu kering. Kamu pasti kurang vitamin, ganteng. Mungkin susunan kalimatku tak beraturan. Aku grogi. Hihi. Dan ketika teman-temanmu bernyanyi lagu itu, aku semakin tak tahu arah. Aku salah tingkah. Dibalik itu, aku suka senyum kamu saat merespon perilaku konyol teman-temanmu itu.
Hey, ganteng. Aku punya perasaan yang sama denganmu. Kamu bisa rasakan itu, ganteng? Tolong kasih buktinya ya. Perempuan butuh kepastian, ganteng.
Terima kasih untuk jaket yang membuat aku begitu semangat!
Ada rasa lebih dari sekedar yang kamu tahu, KPR :)


*nama samaran

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bandung-Bogor Selama Tiga Jam

Untuk Seseorang dalam Senja Itu

Untuk Ilalang