Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2011

Surat untuk Adam* (1)

Dear, Adam* (kamu yang selalu bisa aku lihat walau jauh) Hari Selasa, 19 April kemarin, aku mencarimu disekeliling kampus. Biasanya, aku bisa melihat kamu sekedar duduk-duduk di bawah pohon itu bersama teman-teman kamu. Tapi hari itu, nihil. Kemana kamu, ganteng? Aku lihat motor blue black kamu yang diparkir tak jauh dari pohon tempat kamu biasa nongkrong. Hari itu kamu punya janji, ingat? Hihi. Maaf ya.. Aku gak sabar ketemu kamu. Biasanya kita hanya bisa saling bertatapan tanpa ada percikan obrolan, bukan? Gak ada yang mau ngalah diantara kita ya. Hihi. Sudah hampir jam satu siang dan aku sudah mau masuk kuliah. Aku panik. Kamu tak kunjung terlihat di kampus. Ditemani temanku, Nia. Aku berjalan menyusuri kampus dan kembali ke pohon tempat kamu biasa nongkrong itu. Dari kejauhan, aku melihat sosok yang begitu kukenal. Benar. Ternyata itu kamu, ganteng. Rambut khas kamu yang gondrong dan super berantakan itu menjadi salah satu ciri yang paling mudah ditemui. Kedua, tubuh kamu. Aku

Surat untuk Sang Atlit (2)

Dear, Atlit (seseorang yang membuat aku semakin merasa bersyukur)                 Hari ini, sahabatku, Aaron ulang tahun. Aku pernah ceritakan tentangnya pada Rabu, 23 Maret hari itu. Aku yakin kamu ingat. Kamu sendiri yang bilang bahwa kamu selalu mengingat hampir setiap kejadian. Tak ingat pun tak apa. Lupa itu wajar, Atlit. Mungkin saat ini kamu sedang lupa tentang aku. Dan aku memaklumi itu. Normal bukan?                 Kemarin malam, ada customer yang mirip kamu. Datang bersama istrinya yang sedang hamil tua. Mereka baik denganku. Begitu ramah. Aku sampai tercengang melihat suaminya itu. Aku pikir mungkin dia masih berhubungan darah denganmu. Lihat rambutnya, matanya, senyumnya, bahkan cara dia bicara dan bercanda. Seketika aku berharap itu hanya bayanganku saja. Tetapi sulit untuk membuatnya seperti bayangan. Saking nyatanya.   Mungkin saja ini efek pikiranku yang terlalu memikirkanmu.                 Bagaimana utsnya, Atlit? Mendengar cerita darimu, kamu sepertinya sudah a

Untuk Teman-Teman dan Sahabat Terbaik Saya

Sekilas, surat ini tidak begitu penting. Hal yang akan saya bicarakan sebenarnya bisa saya utarakan langsung pada kalian. Tetapi inilah saya. Saya senang memberikan sesuatu yang bisa membuat kalian mengenangnya. Saat ini, sudah sebulan lebih saya kuliah sambil kerja part time. Awalnya, saya pikir saya masih punya waktu yang lengang untuk kalian. Untuk membalas sms-sms kalian saat kita bercerita. Untuk membalas tweet kalian saat kita saling kangen. Untuk membalas kebaikan-kebaikan kalian saat saya jatuh dan butuh kalian. Untuk semuanya yang tak terungkapkan. Terima kasih yaa.. Semakin lama, waktu itu mencekik saya. saya tak akan menyalahkan waktu lagi karena ini resiko saya. waktu saya begitu tersita setelah saya kerja part time. Mungkin inilah yang akan kalian rasakan juga saat kalian sudah bekerja nanti. Teman-teman dan sahabat-sahabat menjadi SANGAT berarti. Hal-hal kecil yang biasanya terlupa menjadi begitu bermakna. Kalian boleh mengira ini hanya picisan belaka tetapi suatu hari s

Lebih Baik Tidak Dapat Nilai Ujian

Gambar
Setiap hari, Babeh saya tak henti mengingatkan saya, “Jangan nyontek!”. Mulai dari saya duduk di sekolah dasar hingga saat saya menulis ini. Awalnya, saya pikir mengapa saya tidak boleh mencontek sedangkan lingkungan saya, teman-teman saya sering mencontek. Saya berada dalam kebingungan. Siapa yang harus saya percaya? Pada dasarnya, saya memang termasuk anak yang penurut sehingga saya pegang teguh nasihat Babeh saya. Sampai saat ini.                 Dalam posisi terjepit, misalnya saat mau ujian dan belum belajar. Apabila teman-teman saya sibuk dengan membuat contekan, saya hanya diam. Bingung. Saya ada dalam pilihan: mencontek dan mendapat nilai ujian atau tidak belajar sama sekali dan tidak mendapat nilai ujian. Inilah ujiannya. Saat itu, saya langsung bicarakan dengan Babeh saya. Saya dan Babeh sering bertukar pikiran. Dan jawaban yang mengejutkan saya, “Lebih baik gak usah belajar sama sekali kalo waktunya mepet. Gak dapat nilai itu resiko.” Saya langsung membayangkan bagai

Surat untuk Sang Atlit (1)

Dear, Atlit (seseorang yang membuatku hidup kembali) Atlit, semalam aku mimpi kamu (lagi). Saat itu, kamu mengelak bahwa kamu sudah punya pacar sedangkan pacar kamu, jelas ada dihadapanku. Perasaanku berkecamuk. Aku bisa merasakan dalam mimpi itu aku teriak dan berhasil membuatku terbangun seketika. Entah pertanda apa ini tetapi teriakanku terasa begitu nyata. Atlit, aku ingat gerak bibirmu saat bercerita pada Rabu, 23 Maret 2011 hari itu. aku senang bisa melihatmu begitu puas menceritakan semua yang ada dibenakmu. Bahkan aku pun nyaris kehabisan kalimat untuk dibahas. Mulai dari perjalanan panjangmu tiga hari sebelum hari itu yang sekarang kuketahui kamu bukan hanya pergi dengan teman-temanmu tetapi juga pacarmu. Sayangnya, kamu menyembunyikan itu. kemudian tentang impian membuat travel agent itu. Aku suka. Visi hidupmu begitu menantang dan jauh ke depan. Dan tentang mantan terakhirmu yang kamu pacari selama hampir 2,5 tahun yang kemudian kuketahui bahwa kamu menyembunyikan tentang