Surat untuk Sang Atlit (1)

Dear, Atlit (seseorang yang membuatku hidup kembali)

Atlit, semalam aku mimpi kamu (lagi). Saat itu, kamu mengelak bahwa kamu sudah punya pacar sedangkan pacar kamu, jelas ada dihadapanku. Perasaanku berkecamuk. Aku bisa merasakan dalam mimpi itu aku teriak dan berhasil membuatku terbangun seketika. Entah pertanda apa ini tetapi teriakanku terasa begitu nyata.
Atlit, aku ingat gerak bibirmu saat bercerita pada Rabu, 23 Maret 2011 hari itu. aku senang bisa melihatmu begitu puas menceritakan semua yang ada dibenakmu. Bahkan aku pun nyaris kehabisan kalimat untuk dibahas. Mulai dari perjalanan panjangmu tiga hari sebelum hari itu yang sekarang kuketahui kamu bukan hanya pergi dengan teman-temanmu tetapi juga pacarmu. Sayangnya, kamu menyembunyikan itu. kemudian tentang impian membuat travel agent itu. Aku suka. Visi hidupmu begitu menantang dan jauh ke depan. Dan tentang mantan terakhirmu yang kamu pacari selama hampir 2,5 tahun yang kemudian kuketahui bahwa kamu menyembunyikan tentang pacarmu. Kamu memolesnya sangat rapi. Apa kamu perhatikan? Aku tak lepas menatapmu saat bercerita. Kamu begitu mengagumkan saat itu. Persis seperti sosok ayah yang sampai saat ini menanamkam nilai-nilai penting dalam kehidupan yang masih aku pegang teguh. Meskipun kamu seperti beliau tetapi diri kamu sebenarnyalah yang menarik. Rambutmu. Senyummu. Dan cara kamu memperlakukan aku yang membuat aku merasakan perasaan ini.
Atlit, mungkin kamu masih mengerutkan dahimu saat kamu tahu tentang perasaan ini. Terlalu cepat. Ya, benar. Memang terlalu cepat. Bagiku, inilah sosok yang selama ini aku cari. Kamu. Sejak aku tak lagi bersama mantanku sewaktu kelas 1 SMA dulu, aku terus mencari sosok seperti dirinya (Justin-ada pada posting-posting sebelumnya). Dia yang begitu aku kagumi, aku cinta. Dan aku menunggu ditengah ketidakpastian. Ditengah gelombang ombak perasaan yang berkecamuk. Detik hingga pertama kali bertemu kamu pada Senin, 21 Maret 2011 itu, aku masih menyimpan rasa ini untuk dia hingga kamu menunjukkan sisi aslimu.
Atlit, kepergianmu bukan berarti membuatku menyerah. Semoga aku tak punya tampang menyerah. Mungkin ini aneh. Benar. Cinta tak pernah bisa diprediksi, bukan? Jangan tutupi dirimu karena itu bisa membunuhmu secara perlahan. Pertamanya, aku merasa harus menghilangkan perasaan ini padamu karena begitu membuatku tak henti berderai air yang keluar dari ujung mata, hampir setiap malam ketika aku berhasil melihatnya sendiri bahwa kamu sudah punya pacar. Namun sekarang, aku menikmati perasaan ini. Perasaan yang belum terjamah yang melahirkan inspirasi bagiku. Setiap kali teringat dirimu, aku  memejamkan mata sejenak. Menarik napas dalam-dalam. Kemudian tersenyum. Ternyata perasaan ini bisa juga membuatku lebih semangat. karena setiap waktu memikirkanmu itu, aku tidak memikirkan tentang kamu yang punya pacar sekarang atau tentang kamu yang menghilang begitu saja. Tetapi tentang semua kebaikanmu, hal yang membuatku kagum, dan sosok kamu yang membuatku tenang. Dan hingga saat ini aku semakin merasakan kata ‘cinta’ itu. Padamu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bandung-Bogor Selama Tiga Jam

Untuk Seseorang dalam Senja Itu

Untuk Ilalang