Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Si Idola Hati

Gambar
Sebagai seorang penggemar yang mengagumi artis idolanya, dapat dipastikan bahwa saya pun ingin sekali mempunyai tanda tangan idola saya. Apalagi jika bisa berfoto bersama. Setidaknya itu kenangan yang bisa saya ceritakan kelak. Kebanyakan tanda tangan idola hadir karena penggemarlah yang menghampiri idolanya yang kemudian membujuk idolanya untuk membubuhkan tanda tangan. Kebanyakan penggemar pun membawa barang yang mudah dibawa sebagai media tanda tangan, seperti kaos, buku, kain, foto dan sebagainya. Kebanyakan penggemar pun harus mempunyai usaha yang berarti agar mendapat tanda tangan idolanya. Sungguh berbeda dengan saya. Saya tak perlu menghampiri idola saya, dia yang menghampiri saya lebih dulu. Dia narsis. Mungkin. Saya pun tak perlu membujuk idola saya untuk membubuhkan tanda tangan. Rasanya saya tak akan pernah membujuknya. Saya juga tidak membawa barang yang mudah dibawa sebagai media tanda tangan. Bayangkan saja, idola saya ini membubuhkan tanda tangannya di sebu

Sudut Ternyaman

Gambar
Sudah hampir delapan tahun. Kami adalah bagian yang sebenarnya telah dipertemukan sebelumnya namun terpisah oleh waktu. Penglihatan saya tentang pertemuan kami di masa lalu menjadi petunjuk agar menjadi sudut di bagian hatinya. Hampir tak ada yang tak dia ketahui dari saya. Suka, duka, buruk, baik bahkan memalukan sekalipun. Saya sungguh bebas selayaknya angin yang menari di antara relung pohon-pohon cemara di bukit. Sejuk. Berharap dia benar merasakan itu. Tempat, jarak, dan waktu adalah teman sejati kami. Saya adalah angin dan dia adalah hamparan rumput segar. Saya tak selalu bisa menghampirinya. Dari kota menuju ke sana memakan waktu yang tak sedikit. Saya pun tak selalu bisa mendengarkan nyanyiannya ketika matahari menyapanya di pagi yang cerah dimana selalu menjadi dambaan setiap insan. Saya pun tak selalu bisa membanggakannya di antara ombak dan pantai. Terlalu jauh untuk bercerita tentangnya. Mungkin saya terlihat sebagai angin gemuruh yang sering sombong melewati k

Si Hati Sepi

Gambar
Hampir dua tahun lalu, kamar kost saya sempat terlalu manis sehingga banyak semut yang tak ini beranjak dari kamar saya. Sebagian tim hitam sedang, sebagian lagi tim merah kecil. Sebenarnya kami bisa sangat harmonis jika saja mereka tidak memiliki rasa ingin tahu yang begitu tinggi terhadap semua yang saya makan. Saya sungguh tidak bisa meninggalkan sepercik saja dari apa yang saya makan. Dalam hitungan detik, tim hitam sudah berstrategi dan berkumpul. Meskipun begitu, tim hitam masih tak seburuk tim merah. Bukan soal warna atau ukurannya. Ini soal kehadirannya. Tim hitam mudah diketahui kehadirannya karena rasa ingin tahu mereka terhadap apa yang saya makan itu terlihat jelas dari perilaku mereka. Berstrategi dan berkumpul. Tim merah tidak begitu. Tim merah sulit sekali ditebak perilakunya. Tim merah tidak terlalu antusias dengan makanan yang saya makan, mungkin karena sudah ada tim hitam yang lebih dulu. Namun kehadiran tim merah tak terprediksi. Inilah dimulainya keresahan saya

Bersama, Kita Bisa

Gambar
Berawal dari botol kaca kecil kosong yang kesepian, saya pikir botol ini butuh sentuhan. Setelah dibersihkan dari selimutan merek yang membelenggu beningnya, saya masih berpikir sentuhan apa yang bisa mengurangi rasa sepi botol ini. Rasanya tak tegs bila harus saya diamkan saja sebagai penghias sunyi di kamar kost. Setiap usai kegiatan di luar, jam tangan dan gelang saya tergeletak begitu saja secara terpisah sehingga lemari kecil di pojok kamar kost berukuran 2x3 ini merasa sesak. Begitu pun dengan jam tangan dan gelang kesayangan saya ini. Mereka seolah kesal karena terlalu diterlantarkan, dibiarkan merapikan diri mereka sendiri. Tak sengaja saya meletakkan botol kaca kecil kosong yang kesepian itu di antara mereka. Sepertinya mereka senang dengan kehadiran warga baru di tengah mereka. Jam tangan dan gelang saya jadi lebih mudah ditemukan, di dekat botol kaca kecil kosong yang kesepian. Suatu hari, saya tak sengaja membiarkan gelang saya memeluk botol kaca kecil kosong yan

Kumpulan Kata yang Bercermin

Gambar
Tumpukan majalah yang sudah habis terbaca isinya itu seolah merengek, “Pakai aku. Pakailah aku. Aku masih berguna untukmu.” Sungguh menjengkelkan ketika rengekkan itu ternyata datang juga dari relung hati saat menatap para majalah tersebut. Saya pun menyapa mereka kembali. Mungkin ini hiperbola namun rasanya memang begini. Seolah ada energi yang menjalar dari beberapa majalah yang berhasil saya sapa. Lembar demi lembar mengembalikan saya pada masa lampau saat saya membaca para majalah itu begitu saya ambil dari tas sekolah. Ternyata saya ingat betul apa yang saya pikirkan saat itu dan bagaimana perasaan saat membacanya. Setiap detail kata benar menarik kembali saya ke masa lampau. Saya jadi terlena dengan masa lampau. Terombang-ambing bersama waktu pada masa itu. Suka atau duka, semua saya suka. Kemudian beberapa lembar yang sudah dikumpulkan dari masing-masing majalah adalah kumpulan kata yang sudah berjanji pada saya. Mereka siap saya lepaskan dari lembaran. Mereka siap menj

Untuk Ilalang

Gambar
“Gambar siapa ini?” Pacar saya menunjuk sebuah gambar kecil yang dibuat oleh teman saya. Dalam kertas kecil yang biasanya dipakai untuk pembatas buku itu tertulis nama saya dan dibawahnya tepat gambar yang menurut teman saya, itu saya. “Sini gue gambar lagi. Mana kertasnya?” Namun sebelum saya berhasil memberikannya kertas, pacar saya sudah menemukannya lebih dulu. Kertas kotak berwarna putih yang biasanya tertempel di atas meja kayu pendek. Tak lama kemudian, sudah ada seorang anak perempuan kecil berkuncir dua yang sedang tersenyum dan matanya bertuliskan “Ilalang”. Rasanya sempat merasa aneh karena tidak ada matanya. Namun melihat pacar saya begitu gembira memandang seorang anak perempuan kecil itu, saya jadi ikut gembira. “Ini akan berarti.” Kalimat ambigu yang rasanya saya masih sulit untuk mencerna kalimat itu tanpa melihat raut gembira darinya. Ilalang. Nama panggilan yang pertama kali terlontar oleh pacar saya ketika kami pertama kali kenal. Singkat saat itu, saya d

Selembar Uang Berwarna Merah

Gambar
Uang Berwarna Merah Beberapa bulan lalu ketika saya sibuk menghitung uang dan membaginya sesuai dengan keperluan masing-masing. Lembaran biru dan merah yang saya pegang memang tak banyak tetapi begitu sanggup menopang kehidupan saya selama sebulan di kota orang. Kamar kost berukuran 2x3 sudah hampir empat tahun menyerap memori kehidupan saya. Dan untuk ukuran kamar perempuan, kamar ini termasuk berantakan. Hampir semua dinding sudah penuh tempelan gambar. Seraya saya melihat sekeliling kamar, mata saya berhenti pada sebuah figura ungu yang bersandar di samping para buku. Sudah terlalu banyak foto terpajang. Saya tak hiraukan pikiran saya itu kemudian lanjut menghitung uang hingga tersisa selembar uang berwarna merah. Ingin rasanya segera saya lipat dan dimasukkan ke dalam celengan. Namun teringat pesan Bapak beberapa tahun lalu: “Hafalkan setiap detail uang berwarna merah itu kemudian kamu bayangkan bahwa kamu memiliki uang tersebut dalam jumlah besar dan memegangnya satu