Sudut Ternyaman
Sudah hampir delapan tahun. Kami adalah
bagian yang sebenarnya telah dipertemukan sebelumnya namun terpisah oleh waktu.
Penglihatan saya tentang pertemuan kami di masa lalu menjadi petunjuk agar
menjadi sudut di bagian hatinya.
Hampir tak ada yang tak dia
ketahui dari saya. Suka, duka, buruk, baik bahkan memalukan sekalipun. Saya sungguh
bebas selayaknya angin yang menari di antara relung pohon-pohon cemara di
bukit. Sejuk. Berharap dia benar merasakan itu.
Tempat, jarak, dan waktu adalah
teman sejati kami. Saya adalah angin dan dia adalah hamparan rumput segar. Saya
tak selalu bisa menghampirinya. Dari kota menuju ke sana memakan waktu yang tak
sedikit. Saya pun tak selalu bisa mendengarkan nyanyiannya ketika matahari
menyapanya di pagi yang cerah dimana selalu menjadi dambaan setiap insan. Saya pun
tak selalu bisa membanggakannya di antara ombak dan pantai. Terlalu jauh untuk
bercerita tentangnya.
Mungkin saya terlihat sebagai
angin gemuruh yang sering sombong melewati kumpulan rumput begitu saja. Mungkin
saya adalah bagian terkecil dari semua kebaikan angin. Mungkin saya hanya
membutuhkanmu saat saya sudah terpuruk melawan amarah petir.
Ada ruang di relung hati saya
meski tak banyak. Hati saya tak cukup luas untuk mencampurnya dengan urusan
lain yang lebih sering melukai hati sehingga membuat hati saya terasa mati
sesaat. Namun dia punya cukup ruang di relung hati saya yang tak pernah berubah
ataupun terasa mati. Ruang kecil itu akan selalu hidup dan semakin hidup ketika
saya bisa memeluk hamparan rumput segar itu.
Ini sudut hati saya dan itulah
tempat ternyaman untuk dia di relung hati saya. Sahabat saya, Lamtiur Destia
Stella.
#CeritadariKamar
Komentar
Posting Komentar