Surat untuk Debu* (2)


Dear Debu*,
Menunggu menjadi tak masalah bagiku, jika itu adalah kamu. Ditengah terik pun bisa kuterjang. Sebuah kelemahan datang justru saat kamu membiarkan aku terpaut dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tak perlu kamu tanyakan lagi. Setiap pertanyaan itu muncul, kepingan sendu menghiasi. Berbicara seolah aku tak pantas untukmu.
Ini seperti sebuah surat usang yang patut kamu buang. Surat keputusasaan dari seorang perempuan yang mungkin hanya bisa berada disudut matamu. Digenggam olehmu adalah impiannya. Bisa merawatmu dan disampingmu selalu adalah tujuannya. Melihat senyummu adalah anugerahnya. Dan menantimu adalah kesabarannya.
Maaf jika perempuan ini terlalu memperhatikanmu. Kamu seperti napasnya. Ada dibenaknya setiap saat. Dan semua orang tahu, debu tak bisa digenggam. Seperti itukah kamu, Debu*? Kusumbangkan air mata kebahagiaan jika itu memang kebahagiaanmu. Dan kamu tahu, melihat orang yang kita cintai bahagia adalah kebahagiaan tersendiri yang tak bisa tergantikan.
Dari Perempuan yang selalu mampu menantimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bandung-Bogor Selama Tiga Jam

Untuk Seseorang dalam Senja Itu

Untuk Ilalang