Surat untuk Paman Gober
Terima Kasih
untuk Waktumu
Setahun lebih, lebih sekali. Kita sudah bersama. Berawal sebagai
teman, kita berperan bersama dalam sebuah cerita. Saat itu mungkin bukan
sekedar cerita. Punya peran masing-masing dan seperti menjalankan sebuah
skenario namun nyata. Ya, dulu berupa skenario indah yang nyata. Hampir semua
permintaanku seolah menjadi kewajiban untukmu. Bertengkar pun masih bisa
dihitung dengan jari. Karakter kamu yang benar bisa meluluhkan aku saat itu. Kamu
yang tak pernah bisa melihat aku menangis. Yang kemudian aku sadari sekarang,
kamu memang begitu benci aku menangis. Seketika aku menangis, bukan bahu yang
kamu berikan melainkan sebuah emosi. Rasa benci melihat air mata. Itulah kamu. Tak
ada yang mengalahkan amarahmu. Ketika sebuah kesalahan yang kamu perbuat pun,
seharusnya aku yang marah. Tetapi sikap hebatmu itu malah berhasil membuat aku
yang merasa bersalah. Dan semua kisah manis kita. Kamu rangkai rapi. Sebuah cerita
yang sebenarnya hanya kamu yang membuat dan mengetahui akhir ceritanya. Aku hanya
seorang kameo. Itu yang kusadari sekarang.
Cerita yang manis. Ketika kamu mampu berperan ganda. Sebagai pacarku
saat itu dan pacarnya yang kini sudah menjadi satu-satunya pacarmu. Kamu yang
dulu sudah kupilih sebagai the right
ternyata meleset jauh. Kamu manis padaku. Selalu bisa memenuhi yang aku mau. Ceritanya
benar rapi. Sikapmu memang tidak jauh berbeda dibanding ketika kita baru
pertama kali bergandengan tangan. Tetapi sifat sensitifku ini tak bisa
dihindari. Aku tahu apa yang sudah kamu tulis diskenario, namun sebagai kameo,
aku pura-pura tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya karena aku hanya bisa
menjalani jalan cerita dalam skenario itu. Aku diam karena belum waktunya aku
bicara.
Lalu kemudian, materi dijadikan sebagai alasan kita berpisah. Kamu ungkapkan
bila kamu minder dengan kondisimu yang tak seberuntung aku. Terlalu pendek pikiranmu.
Aku tak seperti yang kamu kira. Materi adalah hal duniawi. Dimata Allah, kita
semua sama. Itu alasan kuatku. Kamu berbicara terus soal materi, merendahkan
diri. Namun dibalik semua itu, akhirnya kamu pun mengakui tentang dirinya yang
kini menggeser posisiku dihatiku. Andai kita
berpisah dengan baik-baik, kita sekarang masih menjadi teman. Sayang,
sepertinya kamu tak ingin berteman denganku sehingga skenarionya tak kamu
demikian. Terima kasih untuk waktumu dulu.
Aku kini sudah bahagia dengan yang kumiliki sekarang. Ingat, jangan
sampai penyesalan itu benar membelenggumu. Karena seberapa berusahanya kamu
untuk memintaku kembali, aku tak akan kembali lagi. Apalagi sebagai kameomu. Kini
dunia kita berbeda. Teruskanlah skenariomu. Aku ingin menjalani hidup normalku
bersama orang yang tak menjadikan aku kameo dalam skenario ceritanya. Dia tak
pandai merangkai skenario sepertimu. Namun dia mampu merangkai masa depanku dan
masa depan bersamanya.
Terima kasih untuk waktumu.
Aku bukan lagi Bibi Gober idamanmu.
Komentar
Posting Komentar