Buat Aaron, Maaf.
Dear Aaron,
“That’s what bestfriends
are for.”
Jika saat masa putih abu,
lo bisa langsung sejukkan gw, saat ini terasa hampa. Ketika keinginan besar
untuk pinjam bahu harus terpendam jarak yang memisahkan kita. Rasa jauh semakin
terasa. Bagaimana lo di sana? Andai bisa duduk berdua dipinggir pantai saat
ini, mungkin air mata akan sederas deru ombak di pantai. Andai bisa bersama menatap
langit cerah penuh bintang, gw bakal nunjuk satu bintang itu sebagai Imam. Bersanding
dengan terangnya bulan sebagai diri lo.
Mengapa harus ada jarak? Keinginan
besar untuk langsung berlari menuju lo. Dan langsung peluk lo! Pagi ini, ketika
ukiran ini terukir, keinginan menggebu itu sungguh tak sanggup gw tahan. Need you!
Dari segala kegundahan, apa
yang akan gw ceritakan pasti membuat lo kecewa pada gw. Maaf, Aaron. Lo mungkin
malu sama gw. Gw telah membuat kecewa Imam. Imam yang selalu gw banggain sama
lo. Akibat hal itu, gw merasa turut mengecewakan lo. Maaf. Lo kecewa dengan
sikap gw. Maaf, Aaron.
Saat menulis ini, gw sedang
menjalani Kuliah Kerja Lapangan yang mempersempit langkah gw untuk pulang ke
Bogor. Semakin memperkecil kemungkinan untuk bisa bersandar pada bahu lo. Jika surat
terakhir kemarin, gw bikin lo sedih, saat ini gw bikin lo kecewa. Maaf, Aaron.
Lo pernah bilang tentang
perubahan dan percaya setiap orang bisa berubah jadi lebih baik dari
kesalahannya. Dengan kesalahan gw, apa lo masih memberikan kesempatan sama gw?
Komentar
Posting Komentar