BERANI!
Ini pengalaman saya.
Saya dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi kejujuran dan membuat
saya terus mempertahankan hal tersebut hingga saat ini. Suatu hari, saya
diminta sebagai koodinator divisi (biasa disingkat kordiv) acara orientasi pengenalan
mahasiswa/i baru di jurusan saya, jurusan Administrasi Publik. Cerita sedikit
tentang jurusan saya, jurusan yang berada dibawah naungan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) ini dulunya merupakan jurusan Administrasi Negara.
Secara umum, kami belajar mengenai pemerintahan, kebijakan pemerintah, politik,
manajemen, organisasi, masyarakat.
Saat dipilih menjadi kordiv, posisi saya sedang menikmati
pekerjaan paruh waktu saya sebagai shopkeeper
toko baju salah satu brand ternama.
Awalnya, saya menolak karena resikonya terlalu besar. Saya tidak bisa sering
ikut rapat, saya tidak bisa bertanggung jawab sepenuhnya, dan waktu saya tidak
bisa diberikan secara penuh untuk acara tersebut. Hal ini sudah saya utarakan
pada Ketua Umum acara tersebut namun keterbatasan jumlah orang dalam angkatan
saya yang akhirnya membuat saya menerima tawaran ini untuk sekedar membantu
acara. Sang Ketua Umum setuju. Sayangnya, hal-hal penting ini sepertinya benar
tidak disosialisasikan pada panitia lain sehingga membuat pandangan panitia
lain menjadi beda. Saya dianggap tidak bekerja dan tidak bertanggung jawab.
Dalam situasi serba terpojok, kami mengadakan rapat besar
bersama seluruh panitia. Dalam rapat dibahas kematangan acara, termasuk
mengenai masalah keuangan. Setelah beberapa lama, saya menangkap ada indikasi
‘permainan’ di sana. Dengan alasan, kinerja Tata Usaha (TU) tidak benar dan
para pekerja TU dipandang mudah ‘bermain’ uang maka mereka (panitia lain)
menganggap ‘permainan’ ini adalah hal biasa yang harus dilakukan agar TU tidak
‘bermain’ uang. Saya langsung berdiri dan berkata bahwa saya tidak mau ikut
serta dalam acara apabila kondisinya masih seperti itu. Saya pun mengemukakan
bahwa saya akan keluar dari kepanitiaan jika masih menjalani sistem seperti
itu. Suasana kemudian hening. Semua mata menatap saya dan saya masih berdiri.
Tak lama, ada beberapa teman yang mengutarakan alasannya, salah satunya agar TU
tidak ‘bermain’ uang. Saya kemukakan lagi alas an saya. Menurut saya, alasannya
tidak masuk akal. Jika tidak mau TU ‘bermain’ uang mengapa malah justru kami
yang ‘bermain’. Hal ini tidak menunjukkan sesuatu yang berbeda. Kemudian saya
ditenangkan beberapa teman sehingga saya bisa duduk kembali. Semenjak kejadian
tersebut, saya dijauhi oleh sebagian besar panitia, termasuk ketika berada di
dalam kelas.
Berani. Menurut saya, nilai ini menjadi salah satu nilai
penting. Saya memang dijauhi oleh sebagian besar panitia yang juga merupakan
teman-teman kuliah saya, tetapi disisi lain, saya bangga mempertahankan prinsip
saya, menjunjung nilai kejujuran yang selalu diingatkan oleh orangtua saya. Dan
saya yakin ini benar.
Komentar
Posting Komentar